Hallo, jumpa kembali ^_^…
Kali ini kembali ceritanya tentang studi di Jerman, untuk menjawab beberapa pertanyaan yang kembali nongol di Mailbox Facebook saya sekaligus ^_^. Saat ini temanya adalah: “Studienkolleg“.
1. Studienkolleg itu apa sih? (Ngomong-ngomong, orang Indonesia yang sangat hobi menyingkat-nyingkat semua hal, ngga peduli secara linguistik boleh atau nggak, biasa menyebutnya “Studkol”. Disini supaya tulisan bisa dipersingkat saya akan pake juga itu singkatan, malas ngetiknya soalnya sering disebut LOL).
Studkol adalah sebuah institusi pendidikan, yang merupakan bagian dari Universitas/Fachhochschule di Jerman dan menjadi fasilitas bagi calon mahasiswa asing yang ijasah SMU/SMK-nya dianggap tidak setara dengan ijasah SMU/SMK di Jerman. Secara umum selama ini dianggap bahwa semua lulusan sekolah menengah dari negara dunia ketiga harus mengikutinya sedangkan dari negara industri maju tidak perlu.
Tapi itu tidak 100% benar, karena fakta yang ada menunjukkan bahwa di Universitas Saarland misalnya dalam kurun waktu 10 tahun terakhir memiliki beberapa mahasiswa yang berasal dari USA, yang ternyata wajib menempuh pendidikan di Studkol dan mengikuti kelas “Science” dulu sebelum berhak mendaftar di Universitas, jadi sama seperti rata-rata lulusan dari negara dunia ketiga.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap aplikasi calon mahasiswa di Jerman akan dilihat dulu asal sekolahnya serta isi ijasahnya dan di evaluasi apakah yang tercantum dalam ijasah tersebut merepresentasikan standar pengetahuan dasar yang dibutuhkan untuk dianggap layak menempuh studi di Universitas/Fachhochschule Jerman. Setiap negara memiliki kurikulum yang berbeda, bahkan di negara Industri maju pun prinsip pola pendidikan mereka belum tentu sebanding dengan di Jerman. Sehingga selalu ada kemungkinan bahwa apa yang mereka pelajari tidak sesuai dengan yang menjadi kebutuhan di Jerman dan tidak selalu relevan dengan jurusan yang dituju.
Tapi kalau cuma mau melihat gambaran kasar sih, biasanya lulusan dari sekolah negeri di EU, Korea selatan, Singapura, Israel dan Jepang misalnya, tidak perlu masuk “Fachkurs” Studkol jika ingin kuliah level Bachelor.
Sebagian mahasiswa Studkol itu memang ada yang benar-benar “clueless” tentang beberapa tema dalam program studi yang dia ajarkan, meskipun teoretis mereka berasal dari kelas sains di negara asalnya. Yang berasal dari sekolah yang cenderung “religius” contohnya, biasanya sangat minim pengetahuannya tentang genetik dan evolusi. Itu sekedar salah satu contoh, dan itu nggak cuma yang berasal dari negara berkembang yang mayoritas islam ya, tapi di negara yang sekuler dan mayoritas kristen pun ada yang begitu.
Tapi ada juga mahasiswa yang datang dari negara yang dianggap “berkembang” dan secara umum diwajibkan mengikuti kelas di Studkol dulu, tapi mungkin memang kualitas sekolahnya bagus dan anaknya sendiri benar-benar pintar, sehingga masa sekolah di Studkol sebenarnya adalah membuang-buang waktu bagi yang bersangkutan. Masalahnya ada pada ketidakseragaman kualitas sekolah di negara terkait, perbedaannya terlalu njomplang antara masing-masing sekolah. Belum lagi faktor intelegensi anaknya sendiri yang levelnya juga kan beda-beda.
2. Kalau menilik kasus tersebut, kira-kira bisa nggak sih calon mahasiswa yang merasa dirinya pintar “skip” masa studienkolleg?
Jawabannya adalah:”mungkin”, tapi apakah itu keputusan yang sensibel atau nggak, itu persoalan lain lagi. Karena perlu diingat bahwa setiap mata kuliah untuk studi “Bachelor” pada umumnya memakai bahasa Jerman, dan merasa “mampu”berbahasa Jerman dari kursus yang hanya berlangsung beberapa bulan di negaranya sendiri belum tentu itu berarti benar-benar “mampu” membuatnya bisa mengikuti setiap mata kuliah tanpa kesulitan yang berarti.
Tentu saja kita ngga dituntut harus menyamai “native speaker” ya, tapi tetap saja untuk bisa mengikuti pelajaran berbahasa asing dan memahami kosakata-kosakata ilmiah; dimana dosennya juga ngomong sangat cepat, dan kadang bahkan disertai pemakaian idiom (yang biasanya ngga akan diajarkan di kursus bahasa, lain dengan orang yang kuliah germanistik ya) serta ngga punya waktu untuk memperhatikan setiap mahasiswa, akan dibutuhkan tempo yang cukup untuk beradaptasi selama beberapa waktu menerapkan bahasa terkait sehari-hari di lingkungan akademis.
It is not always the same, believe me ^_^!
Disitulah peran Studkol jadi sangat membantu, terutama karena dosennya hanya mengajar kelas relatif kecil sehingga punya waktu yang cukup untuk memperhatikan setiap mahasiswa yang kesulitan dan membutuhkan bantuan. Peluang berdiskusi pun cukup besar. Karena itu, manfaatkanlah dengan baik masa-masa di Studkol, jangan malas.
It might not always be a nice time, and your teacher might be strict but one day when you’re already in the University you will finally realise how useful it was, if you really used your chance very well.
Selain itu, pada umumnya calon mahasiswa ini datang paling banter baru pernah belajar bahasa Jerman sampai level B1, sementara yang dibutuhkan untuk bisa masuk Universitas adalah level C1, artinya masih kurang 2 level kan.
Jadi jika toh masih harus menempuh masa belajar bahasa Jerman setidaknya 2 semester “anyway”, lantas kenapa ngga sekalian aja mengikuti “Fachkurse”-nya? Toh pada akhirnya, mau ikut kelasnya ataupun tidak jika ingin mendaftar di Universitas si calon mahasiswa tetap aja harus lulus FSP dan DSH dulu.
Ya betul, bagi yang merasa dirinya tergolong jenius bisa menghubungi pihak Studienkolleg tujuannya dan bertanya akan kemungkinan mengikuti ujian FSP sebagai peserta eksternal. Jika lulus, maka dia berhak langsung mendaftar di Universitas (tentu saja hanya jika kemampuan bahasa Jermannya juga sudah level C1).
Jadi pada prinsipnya masa studkol cuma bisa di skip total jika yang bersangkutan lulus FSP dan DSH sebagai peserta eksternal atau lulus FSP sebagai peserta eksternal plus punya sertifikat TestDAF.
Dan TestDAF itu sama sekali ngga gampang dan harga pendaftaran ujiannya nggak murah.
Dan jika tidak lulus, peluangnya sudah hilang sekali dan hanya bisa mengulang sekali semester/tahun depan. Jika tidak lulus lagi maka harus pulang. Jadi resikonya cukup tinggi.
Kuncinya adalah: “Don’t overestimate your self. Self confidence is great, but don’t forget to be honest to your own weakness.”
Jika mungkin, cobalah untuk mencari soal-soal contoh dari FSP di tahun-tahun sebelumnya dan cari orang yang bisa menilai kemampuanmu secara fair supaya bisa tahu apakah kamu memang benar-benar punya modal untuk “skip” masa studkol ini.
Cuma ini nggak gampang, karena tidak semua studkol akan membagi hasil ujian kepada mahasiswanya.
Beberapa diantaranya cuma mengumumkan hasil secara online supaya kerahasiaan data masing-masing siswa terjaga dan siswa yang ingin cross check hasilnya dengan dosen yang bersangkutan bisa meminta appointment khusus, ada juga yang menunjukkan hasil di kelas dan sang siswa cuma diberi waktu selama kelas berlangsung untuk mengecek hasil ujiannya dan protes jika diperlukan tapi ujian berikut soal harus dikembalikan dan masuk arsip kampus.
Tapi memang ada juga studienkolleg yang membagikan kertas ujian kepada siswa, contohnya studkol saya dulu.
Bagi yang datang untuk kuliah level Master (Dengan catatan ijasah Bachelor dari negara asalnya diakui oleh Depdikbud Jerman), tentu hanya dibutuhkan bukti kemampuan bahasa jerman level C1, jika jurusan tujuan tidak memakai bahasa pengantar bahasa inggris.
3. Berapa lama sih masa studkol itu? Jawabannya tergantung anaknya. Yang jelas kita cuma boleh mengulang ujian sekali saja, dan masalahnya tidak semua studienkolleg mengijinkan mengulang kelasnya dan tidak semua studkol mengadakan ujian FSP setiap semester. Jadi perkiraannya adalah dari 1-2,5 tahun. Jadi, pastikan bahwa dana untuk kuliah di Jerman yang dipersiapkan memadai untuk waktu yang lama.
Karena bagaimanapun tujuan utama kalian adalah untuk belajar bukan untuk bekerja. Banyak sekali kasus kegagalan studi yang nggak cuma disebabkan oleh kebanyakan main, tapi juga kebanyakan “kerja”(“kebanyakaan” disini karena tak jarang melampaui batasan jam kerja yang diijinkan bagi mahasiswa asing). Apalagi, selama masih di studkol, ijin kerja yang ada lebih sedikit daripada untuk mereka yang sudah berstatus mahasiswa penuh).
4. Bagaimana dengan biayanya?
Di Jerman ada 2 jenis studkol, yaitu negeri dan swasta. Selama bisa diterima di Studkol negeri maka untuk saat ini di seluruh Jerman tidak ada beban tuition fee, hanya “Semesterbeitrag” yang dilengkapi dengan fasilitas langganan transportasi publik yang berlaku di negara bagian setempat dengan standar harga anak sekolah.
Sedangkan jika tidak mendapat tempat di Studkol negeri dan masuk ke studkol swasta, tentunya ada tuition fee.
Tapi sebelum mendaftar di studkol swasta, pastikan dulu bahwa studkol tersebut ijasahnya diakui oleh negara.
Selain itu ada pula kategori lain untuk membedakan jenis studkol, yaitu: studkol dari Universität dan studkol dari Fachhochschule (University of Applied Science).
Ijasah studkol yang diakui negara akan berlaku untuk seluruh wilayah jerman tanpa memandang asal daerahnya, hanya saja: ijasah studkol dari Universität bisa dipakai juga untuk mendaftar kuliah di “Fachhochschule” sedangkan ijasah studkol dari FH hanya bisa dipakai untuk mendaftar di FH saja dan tidak bisa dipakai mendaftar kuliah di Universität.
Jangan salah paham, di Jerman sebagai hasil akhirnya titel Bachelor ataupun Master dari Universität tidak dibedakan dari FH, keduanya sederajat. Yang membedakan mereka cuma titik berat dalam metode pengajaran.
Di Universitas itu lebih kuat di teori dan riset, sementara di FH yang menjadi fokus adalah aplikasi, ilmu terapan. Oleh karena itu, kalaupun ada perbedaan di hasil akhir datangnya lebih cenderung dari Industri yang menerima mereka nantinya.
Tapi biasanya itu cuma pada saat periode pertama masa kerja saja. Lulusan FH karena terbiasa dengan banyak praktek kerja di industri dan banyak “project” semasa studi yang sebagian bahkan harus dilakukan di perusahaan, membuat lulusan FH jauh lebih siap pakai di dunia kerja daripada lulusan Universitas yang lebih banyak belajar teori daripada praktek di lingkungan industri.
Oleh karena itu, untuk gaji pertama kerja biasanya lulusan FH mungkin saja akan menerima sedikit lebih banyak daripada lulusan Universitas.
But it is not necessarily like that either, it’s only a probability based on the general overview.
Tapi jika cita-citanya adalah menjadi ilmuwan/peneliti/inventor misalnya, jauh lebih disarankan untuk berusaha masuk studkol Universität saja, karena pilihannya lebih luas dan kamu nanti toh masih bisa berubah pikiran setiap saat apakah setelah lulus mau masuk Universität atau FH.
5. Dimana sajakah studkol negeri yang masih ada di Jerman?
Di sini kalian bisa temukan contact details-nya: Daftar Studienkolleg negeri di Jerman
Silahkan dibaca di website terkait, beberapa diantaranya ada yang menyediakan halaman berbahasa inggris. Tapi jika tidak, saya rasa itu juga bukan masalah. Bagaimanapun kalian yang ingin kuliah kan harusnya belajar bahasa jerman juga toh?
Langsung juga hubungi kampusnya untuk informasi yang lebih detail.
Beberapa kampus memungkinkan kita untuk mendaftar langsung ke Universitas/FH-nya, sehingga bagi yang lulusan SMK masih punya peluang cukup besar untuk bisa masuk.
Sedangkan sebagian yang lain tidak melayani pendaftaran langsung dan “outsourcing” prosedur penerimaan mahasiswa kepada Uni-Assist , sedangkan untuk mengetahui apakah ijasah kita diakui oleh depdikbud Jerman atau tidak, bisa di lihat di sini .
Jangan khawatir, staff yang kerja di bagian ini di kampus terbiasa berurusan dengan orang asing yang bahasanya masih pas-pasan jadi mereka sangat ramah dan ngga akan menganggap remeh hanya karena bahasa jerman kamu belum bagus.
Beberapa diantaranya juga bahasa inggrisnya cukup bagus sehingga komunikasi tidak akan jadi masalah serius.
Ok deh, sementara sampai disini dulu. Lain kali disambung lagi dengan tema yang lain.
Kalau ada request atau pertanyaan, silahkan sampaikan di kolom komentar dibawah.
Ciaooo…
Image source: www.studienkolleg-hamburg.de
Info tambahan: Universität des Saarlandes tidak lagi memiliki “Fachkurse” untuk mahasiswa asing secara umum. Saat ini hanya ada kelas untuk bahasa jerman dan “Fachkurse” yang ada hanya dibuka bagi “Refugees“.
Website untuk HTWG Konstanz yang ada di link diatas tidak lagi aktual, yang baru adalah ini.
Kosakata:
FSP: Feststellungsprüfung (Ujian persamaan untuk menentukan apakah yang bersangkutan memenuhi syarat mendaftar di Universitas/FH atau tidak)
DSH: Deutsche Sprachprüfung für den Hochschulzugang (Ujian bahasa Jerman untuk menilai kemampuan bahasa Jerman. Standar kelayakan untuk kuliah adalah jika yang bersangkutan lulus minimal level DSH 2. Lulus dengan nilai yang cuma merepresentasikan DSH 1 masih belum cukup, karena itu cuma mewakili standar kemampuan B2.
Fachkurse: kelas untuk mata pelajaran yang relevan dengan jurusan yang dituju.
Contoh: T-Kurs: Matematika, Fisika, Technische Zeichnen (technical design/drawing) dan mungkin juga Informatik (Information Technology) serta Kimia.
M-Kurs: mirip dengan T-Kurs hanya saja ada tambahan “Biologi” tapi tanpa TZ juga tanpa Informatik. Untuk W-Kurs: Matematika, Ekonomi (macro economics and business studies)… dan tergantung dari jurusan yang tersedia di FH yang bersangkutan yang boleh dimasuki oleh lulusan W-Kurs-nya, kemungkinan akan ada juga mata pelajaran Informatik dan Fisika di W-Kurs. G-Kurs dan S-Kurs biasanya bisa saling menggantikan bagi yang ingin kuliah di bidang sosiologi, germanistik, linguistik, hukum, seni dan semacamnya yang tidak tergolong jurusan STEM (Germans: MINT) atau Ekonomi.
STEM: Science, Technology, Engineering and Mathematics
FH: Fachhochschule (University of Applied Science)
Semesterbeitrag: biaya administrasi per-semester (bukan biaya SKS lho)
You must be logged in to post a comment.